“Saya merasakan berbagai keluhan akibat gangguan prostat pada tahun
2002. Keluhan-keluhan tersebut seperti sering kencing dan terasa tidak
tuntas saat kencing, rasanya ada keinginan untuk kencing lagi tapi air
kencingnya sendiri tidak keluar,” ungkap Zainudin. Pria yang kini
berusia 65 tahun menambahkan bahwa keluhannya berlangsung selama 2
tahun.
Zainudin pun akhirnya memeriksakan diri dan didiagnosa oleh dokter terkena Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang umum dikenal dengan pembesaran prostat jinak (PPJ). Pria usia lanjut (lebih dari 55 tahun) memang harus mewaspadai risiko terkena PPJ.
Penderita PPJ akan mengalami gejala klinis yang sangat mengganggu yaitu sumbatan saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), yang dibedakan menjadi gejala sumbatan (obstruksi) dan iritasi.
Obstruksi antara lain, pancaran kencing melemah hingga tidak dapat kencing sama sekali, buang air kecil harus mengedan, kencing yang terputus-putus, sedangkan gejala iritasi antara lain sering kencing, kencing malam hari lebih dari 2 kali sampai kencing sukar ditahan.
Menurut data di Amerika, lebih dari 50% pria yang berusia di atas 45 tahun dan 90% pria berusia di atas 55 tahun mengalami masalah berkaitan dengan prostat. Berdasarkan hasil otopsi, 20% penderita PPJ terjadi pada 41-50 tahun, 50% pada usia 51-60 tahun dan lebih dari 90% pada usia 80 tahun.
Lebih Lanjut Tentang PPJ
Prostat adalah suatu organ kelamin pada pria berupa kelenjar yang terletak di bawah kantung kencing. Besarnya kira-kira sebesar buah kenari dan beratnya pada pria normal lebih kurang 20 gram. Fungsi kelenjar prostat sendiri adalah sebagai penghasil cairan semen (air mani) yang menjaga sperma agar tetap hidup.
Penyebab pembesaran dan faktor risiko PPJ hingga saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti. Namun, secara umum, terdapat dua faktor utama yang menyebabkan hal ini, yaitu bertambahnya usia, genetik, ras, lingkungan dan merokok merupakan faktor risiko PPJ.
Kedua, disebut pengobatan invasif (pembedahan) untuk PPJ ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi jaringan prostat. Cara operasi yang dikenal dan sering dilakukan di Indonesia adalah dengan cara operasi terbuka (open prostatectomy) atau dengan cara endoskopi yang sering disebut dengan TransUrethal Resection of The Prostate (TUR-P).
Terakhir, pengobatan minimal invasif (tanpa operasi), yaitu TUNA terapi, yang mulai diperkenalkan di dunia sejak tahun 1994. Melalui saluran kencing pada alat kelamin pria, jaringan prostat akan disuntik dengan jarum dan peralatan TUNA ini akan memancarkan gelombang radio berfrekuensi rendah yang menghasilkan energi panas langsung ke prostat.
Energi dan gelombang radio ini akan menghancurkan bagian prostat yang membesar agar saluran kencing terbuka kembali, sehingga pancaran kencing akan kembali normal.Pengobatan yang hanya berlangsung sekitar 30 menit ini dapat dilakukan di poliklinik khusus atau rumah sakit.
Terapi TUNA ini hanya memakai bius lokal yaitu berupa jelly yang dimasukkan ke dalam saluran kencing dan obat penghilang rasa sakit, jika pasien tidak dapat dilakukan pembiusan akibat penyakit—penyakit berat yang dideritanya.
Terapi Efektif Untuk PPJ
Upaya mengatasi PPJ terus dikembangkan dalam dunia kedokteran terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Dibandingkan dengan terapi yang tersedia sebelumnya, teknologi minimal invasif yang dikembangkan saat ini lebih efektif dalam menanggulangi PPJ.
Jika dibandingkan dari ketiga jenis pengobatan pada pembesaran prostat jinak di atas, TUNA terapi merupakan pengobatan paling efektif karena tidak memerlukan operasi, aman untuk penderita jantung, paru-paru dan stroke, efektif, memiliki efek samping yang sangat kecil, tidak ada retrogade ejaculation (air mani yang tidak memancar keluar tetapi memancar ke dalam kandung kencing), impotensi dan ngompol.
Tindakan minimal invasif ini dirancang untuk dapat digunakan di klinik atau rumah sakit dengan waktu pengobatan dan pemulihan singkat (biasanya hanya 24 jam setelah pengobatan dilakukan).
Zainudin pun kemudian ditangani menggunakan terapi TUNA. Setelah dilakukan penanganan dengan TUNA, Zainudin sempat mengalami sedikit gangguan atau terasa perih saat kencing karena adanya residu atau gumpalan darah. Namun, setelah dilakukan kateterisasi oleh dokter masalah tersebut hilang.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dr. Johan R Wibowo, Sp U yang berpraktek di RS Omni Medical Center berpesan agar pasca terapi TUNA, penderita tidak boleh mengangkat beban yang berat, jangan naik tangga dan jangan mengedan saat BAB (buang air besar).
Deteksi Dini PPJ
PPJ adalah proses alami yang normal terjadi pada pria seiring bertambahnya usia akibat pengaruh hormon testosteron. PPJ dapat mengganggu karena dekat dengan saluran kencing sehingga menekan saluran kencing. Sayangnya, PPJ tidak bisa dicegah. Namun, dr. Johan Wibowo, SpU yang mendapat penghargaan Asia Pasific Medtronic Neurogical Japan, menyarankan agar pria berusia lebih dari 40 tahun untuk melakukan medical check up untuk PPJ yaitu Prostate Spesific Antigen (PSA) dan Uroflowmetry.
Zainudin pun akhirnya memeriksakan diri dan didiagnosa oleh dokter terkena Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang umum dikenal dengan pembesaran prostat jinak (PPJ). Pria usia lanjut (lebih dari 55 tahun) memang harus mewaspadai risiko terkena PPJ.
Penderita PPJ akan mengalami gejala klinis yang sangat mengganggu yaitu sumbatan saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), yang dibedakan menjadi gejala sumbatan (obstruksi) dan iritasi.
Obstruksi antara lain, pancaran kencing melemah hingga tidak dapat kencing sama sekali, buang air kecil harus mengedan, kencing yang terputus-putus, sedangkan gejala iritasi antara lain sering kencing, kencing malam hari lebih dari 2 kali sampai kencing sukar ditahan.
Menurut data di Amerika, lebih dari 50% pria yang berusia di atas 45 tahun dan 90% pria berusia di atas 55 tahun mengalami masalah berkaitan dengan prostat. Berdasarkan hasil otopsi, 20% penderita PPJ terjadi pada 41-50 tahun, 50% pada usia 51-60 tahun dan lebih dari 90% pada usia 80 tahun.
Lebih Lanjut Tentang PPJ
Prostat adalah suatu organ kelamin pada pria berupa kelenjar yang terletak di bawah kantung kencing. Besarnya kira-kira sebesar buah kenari dan beratnya pada pria normal lebih kurang 20 gram. Fungsi kelenjar prostat sendiri adalah sebagai penghasil cairan semen (air mani) yang menjaga sperma agar tetap hidup.
Penyebab pembesaran dan faktor risiko PPJ hingga saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti. Namun, secara umum, terdapat dua faktor utama yang menyebabkan hal ini, yaitu bertambahnya usia, genetik, ras, lingkungan dan merokok merupakan faktor risiko PPJ.
“Tidak perlu khawatir karena saat ini ada 3 macam pengobatan yang dapat dilakukan bagi penderita PPJ,” jelas dr. Johan R Wibowo, SpU dalam media edukasi 31 Mei 2007 di Hotel Le Meridien silam.Pertama, dengan obat-obatan sambil menunggu (watchfull waiting) dilakukan dengan observasi secara berkala setiap 3 bulan. Biasanya pilihan pengobatan ini dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan.
Kedua, disebut pengobatan invasif (pembedahan) untuk PPJ ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi jaringan prostat. Cara operasi yang dikenal dan sering dilakukan di Indonesia adalah dengan cara operasi terbuka (open prostatectomy) atau dengan cara endoskopi yang sering disebut dengan TransUrethal Resection of The Prostate (TUR-P).
Terakhir, pengobatan minimal invasif (tanpa operasi), yaitu TUNA terapi, yang mulai diperkenalkan di dunia sejak tahun 1994. Melalui saluran kencing pada alat kelamin pria, jaringan prostat akan disuntik dengan jarum dan peralatan TUNA ini akan memancarkan gelombang radio berfrekuensi rendah yang menghasilkan energi panas langsung ke prostat.
Energi dan gelombang radio ini akan menghancurkan bagian prostat yang membesar agar saluran kencing terbuka kembali, sehingga pancaran kencing akan kembali normal.Pengobatan yang hanya berlangsung sekitar 30 menit ini dapat dilakukan di poliklinik khusus atau rumah sakit.
Terapi TUNA ini hanya memakai bius lokal yaitu berupa jelly yang dimasukkan ke dalam saluran kencing dan obat penghilang rasa sakit, jika pasien tidak dapat dilakukan pembiusan akibat penyakit—penyakit berat yang dideritanya.
Terapi Efektif Untuk PPJ
Upaya mengatasi PPJ terus dikembangkan dalam dunia kedokteran terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Dibandingkan dengan terapi yang tersedia sebelumnya, teknologi minimal invasif yang dikembangkan saat ini lebih efektif dalam menanggulangi PPJ.
dr. Johan Wibowo, SpUTeknologi minimal invasif TUNA yang telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 2000 dapat diberikan kepada pasien yang bergantung pada obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan, misalnya riwayat penyakit jantung, riwayat operasi by-pass jantung, riwayat stroke dan lain-lain.
“Salah satu terapi jenis ini, yaitu TUNA (TransUrethal Needle Ablation), terbukti efektif dalam mengurangi gejala, mengecilkan volume prostat, dan meningkatkan kualitas hidup,” ungkap dr. Johan R Wibowo, SpU yang menyelesaikan pendidikan spesialis bedah urologi UI tahun 2004 lalu.
Jika dibandingkan dari ketiga jenis pengobatan pada pembesaran prostat jinak di atas, TUNA terapi merupakan pengobatan paling efektif karena tidak memerlukan operasi, aman untuk penderita jantung, paru-paru dan stroke, efektif, memiliki efek samping yang sangat kecil, tidak ada retrogade ejaculation (air mani yang tidak memancar keluar tetapi memancar ke dalam kandung kencing), impotensi dan ngompol.
Tindakan minimal invasif ini dirancang untuk dapat digunakan di klinik atau rumah sakit dengan waktu pengobatan dan pemulihan singkat (biasanya hanya 24 jam setelah pengobatan dilakukan).
Zainudin pun kemudian ditangani menggunakan terapi TUNA. Setelah dilakukan penanganan dengan TUNA, Zainudin sempat mengalami sedikit gangguan atau terasa perih saat kencing karena adanya residu atau gumpalan darah. Namun, setelah dilakukan kateterisasi oleh dokter masalah tersebut hilang.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dr. Johan R Wibowo, Sp U yang berpraktek di RS Omni Medical Center berpesan agar pasca terapi TUNA, penderita tidak boleh mengangkat beban yang berat, jangan naik tangga dan jangan mengedan saat BAB (buang air besar).
Deteksi Dini PPJ
PPJ adalah proses alami yang normal terjadi pada pria seiring bertambahnya usia akibat pengaruh hormon testosteron. PPJ dapat mengganggu karena dekat dengan saluran kencing sehingga menekan saluran kencing. Sayangnya, PPJ tidak bisa dicegah. Namun, dr. Johan Wibowo, SpU yang mendapat penghargaan Asia Pasific Medtronic Neurogical Japan, menyarankan agar pria berusia lebih dari 40 tahun untuk melakukan medical check up untuk PPJ yaitu Prostate Spesific Antigen (PSA) dan Uroflowmetry.