Minggu, 09 Desember 2012

Berhubungan Seks bagi Penderita Diabetes


Seks dan Kencing manis | Gangguan kencing manis – diabetes diketahui dapat mempengaruhi kehidupan seks. Oleh sebab itu, para diabetesi perlu mempertimbangkan efek aktivitas seksualnya, terutama terhadap kemungkinan turunnya kadar gula darah setelah mereka berhubungan seks.

Tindakan yang biasanya disarankan untuk dipertimbangkan oleh para penderita kencing manis atau diabetes seks adalah memeriksakan kadar gula darahnya sebelum melakukan hubungan . Pola makan yang tepat sebelum atau sesudah berhubungan intim juga cukup bermanfaat, sama halnya kebiasaan itu disarankan juga setelah mereka berolahraga.
Pada wanita, pengendalian diabetes biasanya memperhitungkan siklus menstruasi mereka. Pilihan penggunaan alat kontrasepsi juga harus disesuaikan dengan diabetes yang dideritanya. Selain itu, kehamilan dan menopause juga akan menjadi pertimbangan tersendiri dalam pengendalian gula darah tersebut.
Kondisi yang perlu dipahami oleh para diabetesi adalah bila kadar gula darah dibiarkan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lama, maka aliran darah dan saraf ke organ-organ seksual akan terganggu, yang akhirnya menyebabkan fungsi seksual juga mudah terganggu.
Wanita penderita kencing manis – diabetes biasanya akan bermasalah dalam pengendalian kandung kemih, yang dikenal sebagai gangguan neuroqenic bladder. Untuk mencegah gangguan tersebut, umumnya dokter akan menyarankan diabetesi wanita yang mengalami gangguan itu untuk mengosongkan kandung kemihnya sebelum dan sesudah berhubungan seksual. Pengosongan kandung kemih setelah berhubungan seks diketahui akan membantu mencegah terjadinya infeksi pada kandung kemih.
Selain itu, rusaknya saraf dan pembuluh darah juga akan membuat perlendiran vagina menjadi berkurang sehingga vagina tetap kering meskipun terjadi perangsangan seksual. Hal itu mengakibatkan kegiatan seksual menjadi tidak nyaman.
Sedangkan pada diabetesi pria, kekhawatiran utama akibat rusaknya saraf dan alirah darah ke organ seksual adalah impotensi. Seiring dengan pertambahan usia, impotensi memang merupakan ancaman nyata bagi pria normal maupun pria dengan diabetes.
Impotensi umumnya menyerang pria dengan usia lebih dari 50 tahun, sedangkan pria dengan diabetes memiliki risiko yang lebih besar. Sekitar 50-60% pria dengan diabetes berusia lebih dari 50 tahun terserang impotensi dengan tingkat yang berbeda-beda.
Impotensi disini artinya adalah ketidakmampuan untuk memperoleh dan mempertahankan ereksi. Perlu diketahui, pria dengan diabetes memiliki kemungkinan 10-15 tahun lebih awal untuk mengalami gangguan ereksi dibandingkan pria tanpa diabetes.
Impotensi bisa disebabkan oleh gangguan fisik maupun psikologis. Impotensi akibat gangguan psikologis biasanya terjadi tiba-tiba, sedangkan impotensi karena gangguan fisik terjadi secara perlahan-lahan. Pada pria dengan diabetes, umumnya gangguan itu disebabkan oleh memburuknya saraf atau pembuluh darah ke organ seksual.