Senin, 29 Oktober 2012

Seks Bebas Remaja

Tabu adalah rambu-rambu kebajikan. Tabu diyakini sebagai ajaran. Tabu adalah juga potret kemunafikan. Seks yang disakralkan dan ditabukan justru akan menimbulkan kemenarikan. Masa remaja adalah masa muda dewasa, saat kebutuhan seks remaja mulai dirasakan. Namun kenyataannya, secara psikologis, bagi remaja semakin seks itu ditabukan, disakralkan, seks semakin menjadi objek kemenarikan.

Remaja - usia 15 sampai 25 tahun - selalu memiliki sifat dan kemauan besar untuk penasaran. Larangan dan pengucilan serta ketidakterbukaan soal seks justru semakin memperbesar rasa penasaran. Akibat larangan dan penabuan soal seks, para remaja mengejar informasi dengan sesama remaja sepermainan. Di sini awal mula permasalahan. Remaja yang saling tidak memahami makna dan akibat seks saling memperbincangkan dan menyimpulkan. Dan, celakanya tidak selalu benar para remaja membuat kesimpulan.
Kesimpulan yang diyakini akan menimbulkan dampak sesuai dengan keyakinan. Biasanya, jika kelompok remaja sepermainan memiliki pemahaman terbuka, seks bebas tak akan dilakukan. Namun, jika seks dengan segala keindahannya tidak pernah didiskusikan dan ditabukan, seks biasanya akan dipraktekkan.
Secara sosio-psikologis, akses informasi tentang seks bagi remaja sekarang lebih gampang didapatkan. Berita, gambar, video, peristiwa, cerita semuanya tersaji tanpa bisa disembunyikan. Masyarakat sendiri hidup dalam dua dunia kealiman dan kemunafikan. Kealiman dibuktikan dengan himbauan dan larangan melakukan hubungan seks sebelum pernikahan. Namun, semua sarana yang mendorong seks dilakukan oleh remaja tersedia tanpa batasan.
Berbicara tentang seks, jika di kota besar seks dilakukan remaja di kost-kostan, motel, penginapan, kendaraan, di desa-desa dan kampong dilakukan di kebun dan hutan. Tak ada perbedaan sejak zaman dulu dan sekarang soal remaja dan seks selalu sama pada setiap zaman.
Penyebab lain dilakukannya seks oleh remaja adalah rentang usia pernikahan. Dikarenakan menempuh pendidikan, sementara tubuh telah matang secara seksual, maka terjadilah seks di luar pernikahan. Ketika usia pernikahan zaman dulu lebih muda dilakukan, maka jelas seks bebas tidak marak dilakukan. Remaja menikmati seks dalam bingkai pernikahan.
Ekspose besar-besaran tentang hasil survei misalnya 67% siswi SMP sudah tak perawan sebenarnya tidak menguntungkan. Berita lain tentang kebebasan seks di kalangan remaja perkotaan, kebebasan seks mahasiswa di perkotaan, dan aneka berita tentang seks yang dibesar-besarkan, akan membuat remaja semakin penasaran.
Solusinya adalah para orang tua sejak remaja usia dini harus membuang tabu dan sejak dini seks harus dijabarkan dan dijelaskan. Hingga pemahaman dan sifat remaja serta sikap terhadap seks sesuai dengan harapan. Selain itu, ekspose soal penyimpangan seks juga tak perlu dilakukan besar-besaran. Kembalikan lagi soal moralitas dan pemahaman keagamaan orang tua perlu juga ditunjukkan. Sifat munafik secara sosial tentang kebebasan seks perlu juga dihilangkan. Agar para remaja memiliki role model yang benar soal seks dan tidak melakukan seks secara sembarangan.