Tabu adalah rambu-rambu kebajikan.
Tabu diyakini sebagai ajaran. Tabu adalah juga potret kemunafikan. Seks
yang disakralkan dan ditabukan justru akan menimbulkan kemenarikan. Masa
remaja adalah masa muda dewasa, saat kebutuhan seks remaja mulai
dirasakan. Namun kenyataannya, secara psikologis, bagi remaja semakin
seks itu ditabukan, disakralkan, seks semakin menjadi objek kemenarikan.
Remaja - usia 15 sampai 25 tahun -
selalu memiliki sifat dan kemauan besar untuk penasaran. Larangan dan
pengucilan serta ketidakterbukaan soal seks justru semakin memperbesar
rasa penasaran. Akibat larangan dan penabuan soal seks, para remaja
mengejar informasi dengan sesama remaja sepermainan. Di sini awal mula
permasalahan. Remaja yang saling tidak memahami makna dan akibat seks
saling memperbincangkan dan menyimpulkan. Dan, celakanya tidak selalu
benar para remaja membuat kesimpulan.
Kesimpulan yang diyakini akan
menimbulkan dampak sesuai dengan keyakinan. Biasanya, jika kelompok
remaja sepermainan memiliki pemahaman terbuka, seks bebas tak akan
dilakukan. Namun, jika seks dengan segala keindahannya tidak pernah
didiskusikan dan ditabukan, seks biasanya akan dipraktekkan.
Secara sosio-psikologis, akses informasi
tentang seks bagi remaja sekarang lebih gampang didapatkan. Berita,
gambar, video, peristiwa, cerita semuanya tersaji tanpa bisa
disembunyikan. Masyarakat sendiri hidup dalam dua dunia kealiman dan
kemunafikan. Kealiman dibuktikan dengan himbauan dan larangan melakukan
hubungan seks sebelum pernikahan. Namun, semua sarana yang mendorong
seks dilakukan oleh remaja tersedia tanpa batasan.
Berbicara tentang seks, jika di kota
besar seks dilakukan remaja di kost-kostan, motel, penginapan,
kendaraan, di desa-desa dan kampong dilakukan di kebun dan hutan. Tak
ada perbedaan sejak zaman dulu dan sekarang soal remaja dan seks selalu
sama pada setiap zaman.
Penyebab lain dilakukannya seks oleh
remaja adalah rentang usia pernikahan. Dikarenakan menempuh pendidikan,
sementara tubuh telah matang secara seksual, maka terjadilah seks di
luar pernikahan. Ketika usia pernikahan zaman dulu lebih muda dilakukan,
maka jelas seks bebas tidak marak dilakukan. Remaja menikmati seks
dalam bingkai pernikahan.
Ekspose besar-besaran tentang hasil
survei misalnya 67% siswi SMP sudah tak perawan sebenarnya tidak
menguntungkan. Berita lain tentang kebebasan seks di kalangan remaja
perkotaan, kebebasan seks mahasiswa di perkotaan, dan aneka berita
tentang seks yang dibesar-besarkan, akan membuat remaja semakin
penasaran.
Solusinya adalah para orang tua sejak
remaja usia dini harus membuang tabu dan sejak dini seks harus
dijabarkan dan dijelaskan. Hingga pemahaman dan sifat remaja serta sikap
terhadap seks sesuai dengan harapan. Selain itu, ekspose soal
penyimpangan seks juga tak perlu dilakukan besar-besaran. Kembalikan
lagi soal moralitas dan pemahaman keagamaan orang tua perlu juga
ditunjukkan. Sifat munafik secara sosial tentang kebebasan seks perlu
juga dihilangkan. Agar para remaja memiliki role model yang benar soal
seks dan tidak melakukan seks secara sembarangan.